buku
Konspirasi Mengoyak Demokrasi: Kesaksian Sebelas Jurnalis
Sebuah karya kolektif dari para jurnalis yang tengah mencoba memaparkan realitas politik di Indonesia era kepemimpinan KH. Abdurrahman Wahid. Sebuah realitas yang mengundang pro dan kontra, sejak awal. Para penulis yang latar belakangnya beragam itu, memang masih satu profesi yakni jurnalis. Hanya saja kesamaan profesi itu tidak sepenuhnya mampu membendung munculnya kecenderungan pribadi dari setiap individu dalam percaturan perpolitikan nasional. Kolektifitas para penulis itu makin terasa nikmat, jika dilihat sebagai mozaik dari sebuah proses demokrasi yang tengah berlangsung di Indonesia. Khusunya sebuah proses yang dinahkodai oleh Presiden KH. Abdurrahman Wahid. Kendati sasaran bidik yang diincar para penulis itu masih dalam satu bingkai, namun mereka membidik dengan cara serta kedekatannya dengan tiap elemen, seperti PDI-P, Golkar, Poros Tengah, PKB dan TNI/Polri. Tak kalah menariknya adalah sebuah transkip dari pertemuan para ulama yang dikenal sebagai Poros Langitan. Dari transkip itu banyak pelajaran yang bisa dipetik dan hikmah yang bisa digali. Dalam transkip yang dimuat secara utuh itu diharapkan mampu memberikan wacana baru kepada publik mengenai partisipasi para kiai dalam mengamati manuver politik dari para elit. Di dalamnya terasa ada keluguan, kekhawatiran, serta kehati-hatian yang mendalam. Dalam konteks itulah muncul dua konotasi dalam judul buku ini: (1) mengoyak dalam arti ,mengejar cita-cita yang ideal mengenai demokrasi yang tengah dinahkodai Gus Dur, (2) mengoyak yang bisa juga dimaknai sebagai upaya sistematis untuk menggagalkan proses yang tengah berlangsung. Untuk menentukan korelasinya, barangkali hanya soal waktu dan penafsiran. Pelengseran Gus Dur memang sebuah tragedi dan tragedi menurut Pramoedya adalah nasib yang tidak dimenangkan.
Tidak tersedia versi lain